Kamis, 12 Januari 2017

konvers, akronimisasi dan penyerapan



KONVERS, AKROMINISASI DAN PENYERAPAN
Ø  Proses konversi
Menurut Chaer (2008: 235) “konversi juga disebut sebagai derivasi zero, transmutasi atau transposisi adalah proses pembentukan kata dari sebuah dasar berkategori tertentu menjadi berkategori lain tanpa mengubah bentuk dasarnya itu”. Misalnya:

1.      Petani membawa cangkul ke sawah.
Keterangan: kalimat diatas merupakan kalimat bermodus deklaratif dan kata cangkul dalam kalimat itu berkategori nomina.
2.      Cangkul dulu tanah itu.
Keterangan:  sedang kalimat kedua diatas bermodus imperatif, kata cangkul dalam kalimat tersebut berkategori verba.

Sehingga dapat dikatakan bahwa pembentukan sebuah kata menjadi kategori lain tidak mengubah bentuk dasarnya. Penyebabnya adalah kata cangkul dan sejumlah kata lainnya di samping memiliki komponen makna (+bendaan) juga memiliki komponen (+ alat) dan (+ tindakan). Komponen makna (+ tindakan) inilah yang menyebabkan kata cangkul dalam kalimat imperatif termasuk dalam kategori verba.

Kosakata nomina yang memiliki komponen makna (+tindakan) seperti dibawah ini:
-          Kunci
-          Tikar
-          Pancing
-          Amplas
-          Kupas

Ø  Akronimisasi
Menurut Chaer (2008: 236) “Akronimisasi adalah proses pembentukan sebuah kata dengan cara menyingkat sebuah konsep yang direalisasikan dalam sebuah konstruksi lebih dari sebuah kata.” Proses akronimisasi menghasilkan kata yang disebut akronim. Akronim disebut juga sebagai “singkatan” akan tetapi diperlakukan sebagai kata atau leksikal. Misalnya kata pilkada yang berasal dari pemilihan kepala daerah. Berikut adalah auran-aturan dalam pembentukan akronim ;

Ø  Penyerapan
Menurut Chaer (2008: 239) “Penyerapan adalah proses pengambilan kosakata dari bahasa asing, baik bahsa asing eropa (seperti bahasa Belanda, Inggris, portugis, dan sebagainnya), maupun bahsa asing Asia (seperti bahasa Arab, Pris, Sansekerta, Cina, dan sebagainnya).”
Di dalam sejarahnya penyerapan kosakata asing berlangsung secara audial, artinya melalui penengaran: orang asing mengucapkan kosakata asing ini, lalu orang Indonesia menirukannya, sesuai dengan yang didengarnya. Karena system fonologi bahasa asing itu berbeda dengn system fonologi bahasa yang dimiliki orang Indonesia, maka bunyi ujaran bahasa asing itu ditiru menurut kemampuan lidah melafalnya. Seperti bahasa Sansekerta utpatti dilafalkan upeti. Penyerapan kata-kata asing secara audial ini telah berlangsung lama dan telah menghasilkan kata-kata yang banyak sekali jumlahnya dan sudah tidak diketahui lagi  dari mana asalnya. misalnya, tidak tahu lagi dari mana asalnya kata-kata surga, neraka, waktu, pahala, dan sebagainya.
Sejak terbitnya buku Pedoman Pembentukan Istilah dan buku Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, penyerapan kata-kata asing harus dilakukan secara visual.
Artinya, berdasarkan apa yang dilihat di dalam tulisan. Inti dari pedoman pembentukan istilah itu adalah :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar